KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Ricky Subagja (kiri) dan Rexy Mainaky memamerkan medali emas Olimpiade Atlanta 1996 yang mereka raih.
KOMPAS.com - Rabu, 31 Juli 1996, penonton di Georgia Stadium di Georgia State University, Atlanta, Amerika Serikat, maupun di Tanah Air larut dalam pekik kegembiraan. Hujan air mata tumpah di final bulu tangkis Olimpiade Atlanta.
Penonton di Atlanta dan di Indonesia menjadi saksi, pada hari ke-13 olimpiade, Ricky Subagja/Rexy Mainaky mampu lolos dari hadangan pasangan kuat Malaysia, Cheah Soon Kit/Yap Kim Hock. Melalui perjuangan yang melelahkan dan menegangkan, Ricky/ Rexy menang 5-15, 15-13, 15-12.
Dalam dokumen Kompas disebutkan, Ricky/Rexy yang sudah lama menunggu keberhasilan itu tak kuasa menahan emosi. Begitu Yap tak bisa lagi meraih kok, Rexy langsung mengepalkan kedua tangan dan telentang di tengah lapangan. Sementara Ricky berlari ke arah Christian Hadinata, pelatih ganda putra. Ricky memeluk kedua kaki Christian dengan penuh haru.
Dalam berita itu disebutkan, Ricky mengaku sama sekali tidak tegang tampil di final. Namun, maestro bulu tangkis Rudy Hartono mengatakan, Ricky/Rexy tampil sangat tegang.
Sebagai unggulan pertama dan ditargetkan meraih emas, sejak awal Ricky/Rexy bermain di bawah tekanan. Pada set pertama, misalnya, terjadi banyak kesalahan. Akibatnya, pasangan Malaysia dengan mudah meraih angka demi angka.
Namun, keduanya adalah pejuang tangguh. Setelah terseok-seok pada set pertama dan hampir kalah pada set kedua, pasangan itu bangkit pada saat-saat akhir set ketiga. Mental juara bangkit di tengah-tengah habisnya napas.
Dengan gelar juara olimpiade itu, lengkap sudah gelar juara yang disandang Ricky/Rexy. Mereka sudah meraih gelar juara final grand prix, juara dunia, juga All England.
Emas pada hari ke-13 itu bagai oase di padang gurun. Setelah kegagalan demi kegagalan kontingen Indonesia, termasuk tumbangnya dua peraih emas Olimpiade Barcelona, Susi Susanti dan Alan Budikusuma, Ricky/Rexy merebut emas sekaligus mempertahankan ”era emas” di olimpiade.
Melihat ke belakang, di Olimpiade Barcelona 1992, langkah mereka tersendat di tangan pasangan juara dunia Park Joo-bong/Kim Moon-soo (Korsel), 4-15, 7-15, pada perempat final. Sejak itu, keduanya bertekad menebus kekalahan itu. Di Atlanta, tekad itu terbayar sudah.
Keberhasilan itu seolah penerjemahan dari pesan Presiden Soeharto saat pelepasan kontingen yang berkata, ”Atlet harus bertekad rawe-rawe rantas, malang-malang putung, tak mengenal menyerah.”
Sejak keberhasilan Indonesia merebut emas di bulu tangkis di Olimpiade 1992, bulu tangkis menjadi cabang andalan Indonesia meraih emas di Olimpiade 1996.
Sistem pelatnas yang digelar berkelanjutan dan berjenjang membuat setiap atlet bisa dipersiapkan dengan matang. Jadwal- jadwal pertandingan yang menjadi kualifikasi olimpiade bisa diikuti lebih cermat.
Hasilnya, dari 10 cabang yang bertolak ke Atlanta, hanya bulu tangkis yang mencetak prestasi. Selain Ricky/Rexy, Mia Audina meraih perak di tunggal putri. Dua keping perunggu direbut Susi Susanti dan ganda putra Denny Kantono/Antonius.
Meski perolehan medali menurun dibandingkan dengan 1992, emas pada hari ke-13 membuat nama Indonesia kembali muncul di urutan negara peraih medali. Apabila pada 1992 Indonesia berada di urutan ke-24, di Atlanta melorot jauh ke urutan ke-41. (HLN)
Selasa, 24 Juli 2012
Emas pada Hari Ke-13
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Para Otodidaker's bisa berkomentar seperti saran, kritik, atau kamu ingin menambahkan juga bisa, dan segala tindakan SPAM akan dihapus seperti:
--> Kata kotor
--> Menyinggung
--> Mengumpat atau mengandung SARA